2.
Plagiarisme
Plagiarisme atau sering disebut plagiat
adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari
orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.[1]
Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang
lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat
seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai
plagiator.
Beberapa waktu sebelumnya,
masyarakat dikejutkan oleh perilaku tidak etis dari beberapa guru besar yang
seharusnya menjadi teladan akademik. Seorang profesor dari salah satu PTS
terkenal di Bandung melakukan plagiasi dalam penulisan artikel populer di koran
nasional. Gelar profesornya dicopot. Ia juga dipecat sebagai dosen. Seorang
profesor lainnya dari Sumatera juga ketahuan melakukan plagiasi dalam penulisan
buku. Akibatnya, penerbit terpaksa menarik kembali buku itu dan yang
bersangkutan juga dikenakan sanksi berat.
Walau tidak terpublikasi ke
masyarakat, sejumlah pimpinan perguruan tinggi (PT) yang memiliki komitmen
tinggi menegakkan etika akademik juga sudah banyak melakukan tindakan tegas
kepada para mahasiswa, alumni dan dosennya yang terbukti melakukan plagiasi.
Misalnya, terpaksa mencabut gelar sarjana kepada para alumni yang terbukti
melakukan plagiasi karya orang lain dalam penulisan skripsi, tesis dan
disertasi. Sejumlah dosen yang terbukti melakukan pelanggaran etika ilmiah
akademik juga diberikan sanksi tegas sesuai dengan kadar dan tingkat pelanggarannya.
Singkat kata, kejahatan intelektual
berupa perbuatan plagiarisme sepertinya sudah menjadi fenomena umum dalam dunia
pendidikan maupun dalam masyarakat kita. Ada banyak motif dibalik perbuatan
tercela tersebut. Penyebab terjadinya kejahatan intelektual tersebut juga
sangat kompleks. Karena itu, solusi dan agenda aksi untuk mencegah perbuatan
yang tidak beretika tersebut perlu dilakukan secara sistematis, terintegrasi,
komprehensif dan berkesinambungan serta memerlukan komitmen bersama dari semua pihak.
Plagiarisme merupakan tindakan
menjiplak, mencuri atau mengambil ide, hasil karya atau tulisan orang lain,
baik seluruh, sebagian besar maupun sebagian kecil, untuk jadi ide atau karya
tulisan sendiri tanpa menyebutkan nama penulis dan sumber aslinya.
Adapun jenis plagiarisme ada empat.
Pertama, plagiarisme total yaitu tindakan plagiasi yang dilakukan seorang
penulis dengan cara menjiplak atau mencuri hasil karya orang lain seluruhnya
dan mengklaim sebagai karyanya sendiri.
Biasanya, dalam plagiasi ini seorang
penulis hanya mengganti nama penulis dan instansi penulis aslinya dengan nama
dan instansinya sendiri. Lalu, penulis mengubah sedikit judul artikel hasil
jiplak, kemudian juga mengubah abstrak, kata-kata kunci tertentu (keywords),
sub judul artikel, kata dan kalimat tertentu dalam bagian tulisan dan
kesimpulan dengan kata-kata atau kalimat tertentu agar terlihat berbeda dengan
artikel aslinya.
Kedua, plagiarisme parsial yaitu
tindakan plagiasi yang dilakukan sesorang penulis dengan cara cara menjiplak
sebagian hasil karya orang lain untuk menjadi hasil karyanya sendiri. Biasanya,
dalam plagiasi jenis ini seorang penulis mengambil pernyataan, landasan teori,
sampel, metode analisis, pembahasan dan atau kesimpulan tertentu dari hasil
karya orang lain menjadi karyanya tanpa menyebutkan sumber aslinya.
Plagiasi parsial tersebut juga
banyak dilakukan para penulis yang memiliki motif dan niat buruk. Bahkan, ada
sinyalemen bahwa dalam banyak karya tulis akademik seperti skripsi, tesis dan
bahkan disertasi serta dokumen-dokumen penelitian, ada banyak indikasi terjadi
plagiasi parsial. Modus operandi ini juga sebenarnya mudah terdeteksi oleh para
reviewer yang kompeten dengan cara mencocokkan dengan karya aslinya. Apabila
ketahuan dan terbukti melakukan plagiasi parsial maka penulisnya akan dikenakan
sanksi tegas berupa pencabutan gelar sarjana, pemecatan atau penurunan pangkat
dan golongan.
Ketiga, auto-plagiasi
(self-plagiarisme) yaitu plagiasi yang dilakukan seorang penulis terhadap
karyanya sendiri, baik sebagian maupun seluruhnya. Misalnya, ketika menulis
suatu artikel ilmiah seorang penulis meng-copy paste bagian-bagian tertentu
dari hasil karyanya dalam suatu buku yang sudah diterbitkan tanpa menyebut
sumbernya.
Jenis plagiasi ini banyak dilakukan
para penulis yang memiliki banyak karya tulis dan terfokus pada bidang-bidang
ilmu tertentu sehingga antar satu tulisan dengan tulisan lainnya memiliki
banyak kemiripan. Misalnya, kemiripan dalam basis teori dan proposisi, hasil
temuan dan kesimpulan. Karena memiliki kesamaan atau kemiripan, ketika menulis
suatu karya tulis baru penulis lalu melakukan copy paste pada bagian-bagian
tertentu dari karya tulisnya yang sudah diterbitkan sebelumnya.
Jenis auto-plagiasi ini tergolong
plagiasi ringan. Biasanya, penulis yang ketahuan melakukan plagiasi jenis ini
diberikan teguran atau pemahaman yang komprehensif oleh komisi kode etik
akademik agar tidak boleh lagi melakukannya di masa mendatang.
Keempat, plagiarisme antarbahasa
yaitu plagiasi yang dilakukan seorang penulis dengan cara menerjemahkan suatu
karya tulis yang berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, penulis
menjadikan hasil terjemahan tersebut sebagai hasil karyanya tanpa menyebut
sumbernya. Modus operandinya hampir mirip dengan jenis plagiasi total dan
plagiasi parsial. Asumsinya, para pembaca tidak akan tahu bahwa artikel
tersebut adalah hasil terjemahan karena berbeda bahasa.
Jenis plagiasi di atas juga banyak
dilakukan para penulis dan sebenarnya mudah dideteksi dengan oleh para reviewer
dan pembaca yang kompeten. Misalnya, dengan cara memasukkan file artikel yang
terindikasi plagiasi ke dalam google translate dan kemudian diterjemahkan dalam
sejumlah bahasa seperti bahasa Inggris, Arab, Jerman, China dan lainnya. Jika
terbukti melakukan tindakan plagiasi jenis ini maka penulisnya juga akan
menerima sanksi berat berupa pemecatan, penurunan pangkat dan golongan,
penurunan status pegawai serta berisiko dikucilkan dari komunitas akademik.
Dari paparan di atas, menjadi sangat
jelas bahwa perbuatan plagiarisme dalam bentuk apapun justru bisa berakibat
fatal bagi penulis dan semua pihak. Selain mempertaruhkan reputasi,
kredibilitas dan masa depan penulis sendiri, perbuatan tidak etis tersebut juga
bisa merusak citra institusi dimana penulis bekerja dan menurunkan citra dan
kepercayaan publik terhadap profesi dan keilmuan tertentu.
Karena itu, semua pihak, terutama
para individu guru, mahasiswa, dosen, penulis dan masyarakat luas harus
memiliki kesadaran dan tanggung jawab bersama untuk menghindari dan mencegah
perbuatan “tercela” plagiarisme dalam bentuk apapun.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar